Senin, 28 April 2014

Muhammad Abduh, Ijtihad dan Modernisasi Pendidikan Islam

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kondisi dunia islam pada saat kelahiran dan besarnya Muhammad Abduh sangat memprihatinkan, karena sebagian besar masyarakat islam banyak mengenal dengan istilah taklid. Sehingga dengan kondisi seperti itu membuat Muhammad Abduh melakukan seruan untuk melakukan ijtihad yang berpacu dengan ijtihad Ibnu Taimiyah.
Pada dunia pendidikan, Muhammad Abduh sangat prihatin dengan kemunduran dan masalah yang dihadapi oleh umat islam, ia sangat tidak setuju dengan sistem pendidikan yang menganut dualisme sistem pendidikan yang ada pada masyarakat Mesir.
Dari pembahasan isi makalah ini, kami harapkan untuk bisa memberikan gambaran mengenai pemikiran Muhammad Abduh tentang Ijtihad dan Modernisasi Pendidikan Islam, sehingga kita mengetahui apa saja bentuk pembaharuannya.

PEMBAHASAN

MUHAMMAD ABDUH (1850-1905 )
A.    Biografi Singkat Tentang Muhammad Abduh
Nama lengkap Muhammad Abduh adalah Syaikh Muhammad bin Abduh bin Hasan Khairullah. Ia dilahirkan di Mahallat Nashr[1] pada tahun 1849 M, dan wafat pada 11 Juli 1905 pada umur 55/56 tahun. Muhammad Abduh bukan berasal dari keluarga kaya, dan bukan pula dari keturunan bangsawan. Ayahnya, Abduh bin Hasan Khairullah, mempunyai silsilah keturunan dengan bangsa Turki. Sedangkan ibunya, mempunyai silsilah keturunan dengan tokoh besar Islam, Umar bin Khattab.[2]
Namun ayahnya dikenal sebagai seorang yang terhormat dan suka memberi pertolongan. Situasi yang dialaminya ketika ia lahir sangat tidak menguntungkan, karena penguasa Mesir yang bernama Muhammad Ali Pasha, bertindak sewenang-wenang dalam pemungutan pajak dari masyarakat, sehingga banyak masyarakat yang berusaha untuk menghindar dari tagihan itu dengan cara berpindah-pindah tempat tinggal.[3]
Orang tua Muhammad Abduh sagat menginginkan anaknya menjadi seorang yang berguna, sehingga ketika Abduh masil kecil ia sudah dikirim ke Masjid Al-Ahmadi Tanta. Muhammad Abduh dikirim oleh ayahnya ke Tahta untuk belajar ilmu agama di masjid Syekh Ahmad pada tahun 1862. Kurang lebih dua tahun menuntut ilmu ia kembali lagi kekampung halamannya, karena merasa tidak mengerti dan memahami apa-apa. Maka Muhammad Abduh pun mengatakan, bahwa metode yang dipakai pada saat itu yakni metode menghafal diluar kepala, mengahafal istilah-istilah tanpa mengetahui makna dan maksudnya. Sehingga ia mengatakan metode dan sistem pembelajarannya yang salah.
Di kampungnya Muhammad Abduh menjalin kehidupan sebagai seorang petani, dan pada saat usia 16 tahun Muhammad Abduh dinikahkan dengan seorang wanita dikampungnya.[4] Baru sekitar 4 (empat) bulan menikah, Muhammad Abduh dipaksa ayahnya untuk melanjutkan pendidikannya di Tanta. Tetapi keinginan ayahnya itu tidak diikutinya, dan bahkan ia bersembunyi di rumah pamannya yang bernama Syaikh Darwis Khadr. Tetapi karena nasiha dan bujukan pamannya akan pentingnya pendidikan, akhirnya Muhammad Abduh bersedia kembali melanjutkan pendidikannya di Tanta.
Setelah selesai menuntut ilmu di Tanta, akhirnya pada tahun 1866 M, Muhammad Abduh melanjutkan pendidikannya ke Al-Azhar, Kairo (Mesir). Pendidikan dijalaninya selama 11 (sebelas) tahun dan akhirnya memperoleh gelar ‘Alim (sarjana). Setelah itu, Muhammad Abduh mengajar di Darul ‘Ulum dan dirumahnya sendiri.[5]
Ketika belajar di Al-Azhar, Muhammad Abduh berkenalan dengan Jamaluddin Al-Afghani, setelah beberapa waktu akhirnya, Muhammad Abduh menjadi murid kesayangan Jamaluddin Al-Afghani. Dibawah bimbingan Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh banyak belajar tentang filsafat dan menulis beberapa artikel. Tulisannya banyak berkaitan dengan persoalan pembaruan islam. Artikel tersebut dimuat dalam surat kabar AL-Ahram.[6]
Pada tahun 1879 M, Jamaluddin Al-Afghani di usir dari mesir karena orang menganggapnya menantang Khadewi taufiq, raja Mesir saat itu, akibatnya Muhammad Abduh yang menjadi murid kesayangan Jamaluddin Al-Afghani terkena imbasnya juga, yang mengakibatkan Muhammad Abduh diasingkan keluar kota Kairo. Tetapi, setelah setahun berlalu Muhammad Abduh diizinkan kembali lagi ke Kairo dan akhirnya ia pun diangkat menjadi direktur surat kabar resmi pemerintah, yaitu surat kabar Al-waqa’i Al-Misriyah. Di bawah pimpinan Muhammad Abduh, surat kabar mengalami kemajuan, karena banyak memuat berita tentang pentingnya nasionalisme.
Setelah beberapa lama Muhammad Abduh pergi ke Paris memenuhi panggilan gurunya, Jamaluddin Al-Afghani. Di paris Muhammad Abduh mengelola majalah Al-‘Urwatul Wutsqa, yang bertujuan untuk mendirikan Pan-Islamisme yang bertujuan menentang kolonialisme serta menentang penjaahan barat, khususnya Inggris.
Muhammad Abduh ternyata masih memiliki peluang yang cukup besar untuk menjadi seorang motivasi bagi perkembangan dunia pendidikan. Dan pada tahun 1894 M, Muhammad Abduh diberi kepercayaan untuk menjadi salah seorang anggota Majlis A’la universitas Al-Azhar, Mesir. Ketika itulah iapun melakukan berbagai perubahan dalam Al-Azhar. Kemudian pada tahun 1899 M, Muhammad Abduh menduduiki jabatan sebagai seorang mufti[7] Mesir. Jabatan ini dipegangnya hingga ia meninggal yakni pada tahun 1905 M.[8]
B.     Pemikiran Muhammad Abduh Tentang Taklid dan Ijtihad
Muhammad Abduh berpendapat bahwa keterbelakangan dan kemunduran umat islam disebabkan oleh pendangan dan sikap jumud.[9]Sikap dan pandangan seperti ini menyebabkan umat islam tidak mau menerima perubahan. Selain itu, sikap jumud ini dalam pandangan Muhammad Abduh sebagai sesuatu yang bertantangan dengan ajaran islam seperti kepatuhan yang sangat dalam kepada ulama, pemujaan berlebihan terhadap syaikh dan paham taklid[10]. Dari fenomena inilah Muhammad Abduh ingin menghilangkan tradisi yang ada dimasyarakat, yakni lansung kembali keajaran islam yang murni yaitu Al-Qur’an dan hadits.
Melihat keadaan masyarakat disekitarnya, Muhammad Abduh sangat tidak menyukai taklid. Orang yang melakukan taklid, menurut Muhammad Abduh memiliki derajat yang sangat rendah, karena hanya melihat lahir perbuatan orang yang diikutinya, tanpa memeriksa dasar dan pribadi orang yang diikutinya. Hal ini membuat perbuatan taklid menjadi tanpa dasar.
Sehubungan dengan itu, Muhammad Abduh menyerukan kepada masyarakat untuk melakukan ijtihad[11] yang sama dengan pendapat Ibnu Taimiyah yang menyerukan bahwa ajaran islam terdiri dari dua macam yaitu: ibadah[12] dan mu’amalah[13]Al-Qu’an dan hadits telah menetapkan aturan jelas mengenai ibadah. Sedangkan ajaran islam mengenai hidup kemasyarakatan merupakan ajaran-ajaran dasar dan prinsip umum yang dapat disesuaikan dengan perkembangan zaman.
Pandangan Muhammad Abduh sangat besar sekali mengenai ijtihad mu’amalah yang sangat perlu digunakan dalam perkembangan zaman, ijtihad bukan hanya boleh dilakukan, justru itu sebuah keharusan yang harus dilakukan.
Pendapat Muhammad Abduh tentang tentang perlunya ijtihad dan  pemberantasan taklid, didasari dengan kepercayaannya kepada akal. Karena menurutnya akal bisa membedakan yang baik dan yang buruk, antara yang bermanfaat dengan yang tidak bermanfaat.[14]
Meskipun demikian Muhammad Abduh tetap mengakui keterbatasan akal dari manusia. Menurutnya selain akal juga diperlukan wahyu. Sebab, tanpa wahyu akal tidak mampu membawa manusia mencapai kebahagiaan.

C.    Pemikiran Muhammad Abduh Tentang Modernisasi Pendidikan Islam
Muhammad Abduh sangat prihatin dengan kemunduran dan masalah yang dihadapi oleh umat islam, Muhammad Abduh berkeyakinan bahwa cara yang terbaik untuk mengadakan pembaharuan dan meningkatkan kehidupan umat islam adalah melalui pendidikan yang dapat marubah kearah yang lebih baik.
Dalam pengamatan Muhammad Abduh, di Mesir sedang terjadi dualisme[15] sistem pendidikan. Di satu sisi, terdapat madrasah-madrasah yang memberikan pendidikan agama tanpa memasukkan kurikulum pendidikan umum. Di sisi lain, terdapat sekolah-sekolah umum yang dikelola pemerintah yang tidak memberikan pendidikan agama yang tidak memadai bagi murid-muridnya. Sehingga, membuat dua sistem pendidikan yang berbeda dan sulit untuk dipertemukan.[16]
Abduh memandang dualisme sistem pendidikan yang ada di mesir itu tidak baik bagi bagi umat islam. Karena akan melahirkan dua kubu yang saling merasa unggul. Karena sistem madrasah yang lama melahirkan ulama yang kurang pengetehuannya di ilmu modern. Sedangkan sekolah umum pengetehuan agamanya sedikit. Maka dari itu perlu dimasukan kurikulum pengetahuan umum ke madrasah.
D.    Pengaruh Pemikiran Muhammad Abduh Dalam Pembaharuan Islam
Pemikiran abduh dalam pembaharuan islam tidak selamanya berjalan dengan baik. Abduh mendapat tantangan dari ulama yang menganut tradisi lama. Bahkan beliau pernah dicap sebagai orang kafir. Dari tantangan itu tadi abduh tidak putus asa, malahan beliau terus melangkah hingga usaha pembaharuan pendidikan islam berhasil. Dan allhamdulillah, beliau berhasil memasukkan ilmu pengetahuan umum kedalam kurikulum Al-Azhar. Oleh karena itulah, pemikiran Muhammad Abduh besar pengaruhnya dikalangan muda, meskipun beliau telah tiada. Pengaruh yang ditinggalkan pada generasi ini menggerakkan Al-Azhar bisa menata kembali pengajaran dan kurikulumnya. Bukan hanya pada Al-Azhar saja, namun pada dunia termasuk Indonesia.


PENUTUP
Simpulan
Muhammad Abduh adalah seorang pembaharu. Pemikirannya muncul atas situasi dan keadaan. Muhammad Abduh adalah seorang pembaharu yang mengajak kepada perbaikan yang tidak hanya dalam tataran teori, beliau juga mengarang, dan lain sebagainya.
Pikiran pemikiran pembaharuannya kepada amal perbuatan dan mempraktiknnya dalam kehidupan nyata agar dapat melangsungkan rencana pembaharuannya. Semoga jasa-jasanya bisa mengantarkan beliau bersama orang-orang yang bertakwa disana. Aamiiin

DAFTAR PUSTAKA
Murodi, Sejarah Kebudayaan Islam, Semarang: Toha Putra, 1997.
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Rajapressindo, 1993.
Al-Maududi, Abdul A’la, Sejarah Pembaharuan dan Pembangunan Kembali Alam Pikiran Agama, Surabaya: Bina Ilmu, 1984.




[1] Terletak di kabupaten Al-Buhairah, Mesir.
[2] Yusran Asmuni, Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan dalam Islam: Dirasah Islamiah III, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), Hlm. 78.
[3] Murodi, Sejarah Kebudayaan Islam, (Semarang : PT Karya Toha Putra, 2004), hlm.122.
[4] Harun Nasution, Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Mu’tazilah, (Jakarta: UI-Press, 1987), Hlm. 11.
[5] Murodi, Sejarah Kebudayaan Islam, (Semarang : PT Karya Toha Putra, 2004), hlm.122.
[6] Ibid...hlm 123.
[7] Pemberi fatwa untuk memutuskan masalah yang berhubungan dengan hukum Islam.
[8] Murodi, Sejarah Kebudayaan Islam, (Semarang : PT Karya Toha Putra, 2004), hlm.124.
[9] Iman yang tidak diikuti ibadah.
[10] Taklid yaitu keyakinan atau kepercayaan kepada suatu paham (pendapat) ahli hukum yang sudah-sudah tanpa mengetahui dasar atau alasannya, peniruan, sedangkan bertaklid adalah  berpegang pada pendapat ahli hukum yang sudah-sudah, tunduk atau percaya pada kata orang; mengikuti (menurut) orang lain, meniru atau mengikuti suatu paham tanpa mengetahui dalil atau alasannya, hanya meniru (menuruti) paham tanpa mengetahui dasar, hukum, bukti, atau alasan.

[11] Ijtihad adalah usaha sungguh-sungguh yang dilakukan para ahli agama untuk mencapai suatu putusan (simpulan) hukum syarak mengenai kasus yang penyelesaiannya belum tertera dl Alquran dan Sunah, sedangkan berijtihad adalah mengadakan ijtihad, menetapkan suatu hal atas dasar ijtihad, berpendapat (tentang hukum Islam).
[12] Ibadah adalah perbuatan untuk menyatakan bakti kepada Allah, yang didasari ketaatan mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
[13] Muamalah adalah hal-hal yang termasuk urusan kemasyarakatan (pergaulan, perdata, dsb).
[14] Murodi, Sejarah Kebudayaan Islam, (Semarang : PT Karya Toha Putra, 2004), hlm.132.

[15] Dualisme merupakan paham bahwa dl kehidupan ini ada dua prinsip yang saling bertentangan (seperti ada kebaikan ada pula kejahatan, ada terang ada gelap), keadaan bermuka dua, yaitu satu sama lain saling bertentangan atau tidak sejalan.
[16] Murodi, Sejarah Kebudayaan Islam, (Semarang : PT Karya Toha Putra, 2004), hlm.125.

2 komentar:

  1. emperor casino
    imperial casino. Casino Games: Slots, Live Casino febcasino Games, Table Games, Poker, Roulette. Play Online | Visit 제왕카지노 Us! หาเงินออนไลน์ casino gambling. Online casino gambling.

    BalasHapus